Saat kita sudah mengira seberapa jauh ukurannya, bukankah lebih baik kita menujunya. Mengalungi sebuah untaian keyakinan, kemudian kita akan meraup limpahan untung. Dan, pada akhirnya kita bersyukur menikmatinya.
Kenapa! Melajulah tanya, merana. Karena waktunya sudah habis, saya diam.
Ini sebuah elegi spontanitas, kemudian saya hanya lagi diam. Takut bicara, padahal bibir saya tak lagi dapat mengatup. Oh..
Ini memicu pembelahan jiwa. Sekejap, saya pecah belah. Hancur, abu-abu, terpaku.
Perjuangan saya hina. Menghibur lara, menghias hampa. Saya begitu angkuh. Saya tidak akan menangis, amin.
Sabtu, 07 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar