Aku menyebutnya purnama, bunda.
Wajahku tersipu, tapi biru membeku.
Aku merajuk, bila kelak kau tak kunjung tunduk.
Badai juga sudah aku lawan, sampai aku berawan. Hampir tak lagi menawan
Aku terus berlari, sampai tak lagi aku rasa ini dua pasang kaki.
Aku menangis bunda, cerita pada purnama.
Untuk siapa lagi, aku mengamati dari atas panggung tentang bumi.
Aku ingin kamu, peluk aku.
Datang, menyerang.
Kemudian kamu diam, lalu bilang..
"..itu anakku.. yang pulang larut dan tak pernah makan malam.."
Rabu, 05 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar