Halo, apa itu feodalisme?
Tata hidup yang masih membeku di Negara saya. Kata guru fisika saya, feodalisme itu akan hilang mungkin 3 setengah abad lagi, sama seperti masa penjajakannya hadir di sini. Selamanya tidak akan hilang, mungkin juga. Yang kaya yang berkuasa, yang miskin yang terus tersingkir. Jadi, pada dasarnya feodalisme ini lebih tepat disebut menjadi kultur dari bangsa ini sendiri. sudah menjadi bagian tersendiri yang tidak terpisahkan, padahal bangsa ini jauh lebih kurus dari standar berat bangsa-bangsa lainnya. Tapi ke-blagu-annya itu tidak kurang, seperti bangsa yang sudah mencapai segalanya. Iya tho?
Feodalisme rasanya adalah bagian di mana kita harus kembali ingat kita sebagai manusia yang menuju kebaikan, kita masih memilliki unggah-ungguh yang harus ditaati. Tapi kadang feodalisme tersebut menjadikan garis perbudakan jauh terlihat lebih jelas di permukaan. Ada jarak, ada batas, ada tingkatan dari pelaku feodalisme tersebut. Kalau di sosiologi ada yang namanya strata khusus yang tidak bisa ditempuh selain anggota aslinya, seperti kasta. Tau kan kasta? Kalau Brahmana jangan sampai menyentuh waisya apalagi sudra. Kalau ningrat, ningrat aja, jangan menyentuh yang miskin-miskin, yang jongos-jongos.
Zaman dahulu, kaum bangsawan dianggap bekerjasama dengan para penjajah, barulah hadir sang anti-feodalisme. Karena itu seiring waktupun, kaum bangsawan semakin turun pamornya, dikalahkan zaman, dikalahkan internet, akademisi, orang kaya wiraswasta, dsb.
Bangsawan itu kaya. Kaya akan segalanya, dengan warna darah mereka, mereka sanggup bahkan untuk memiliki jiwa dalam benda mereka. Mereka begitu takluk dan tunduk, pada yang sudah hadir, mereka begitu setia. Tapi anggapan begitu jauh berbeda, orang-orang bicara karena melihat kan biasanya? Nah, bangsawan kalah dengan pemberita, dan sebagian jadi luntur rasa percayanya. Tapi masih tetap banyak yang mengabdi padanya. Rata-rata mereka adalah yg mengaku pahlawan budaya, hehe atau ya mungkin karena hidupnya, Bapaknya, Mboknya sudah terbiasa dikuasai hidupnya dari Keraton. Ya begitulah.
Anak bangsawan ingin jadi pengusaha saja, biar aman. Semua berbondong-bondong perlahan melepaskan jubah bangsawannya. Mereka menyentuh dasar, melihat apa yang orangtua mereka tidak lihat sebelumnya. Manusia sama adanya. Manusia bisa sama adanya. Sekarang dunia sudah adil, dan para keraton tidak perlu lagi mengurusi segalanya, sudah ada DPRD, sudah ada asuransi, polisi, dan lain-lain.
Lah, selanjutnya siapa yang kemudian mengurusi adat-adat, budaya bangsa? Siapa yang mengurusi bahkan sekatenan, dan sebagainya? Yah sebenernya masih ada, bangsawan masa kini, bangsawan yang mulai hidup normal, bangsawan yang juga masih peduli sama budayanya. Hidup sedikit-sedikit mulai normal.
Tapi bangsawan sekali lagi dengan darah birunya mampu menggugah siapapun. Ada yang ingin juga merasakan derajatnya dielu-elukan siapa saja, ada yang ingin dihormati, lalu semakin banyak orang mengaku keturunan Mataram Kuna, mengaku keturunan Hadiningrat, bla-bla.. semakin banyak yang nagih Paring Dalem Serat Kekancingan. Silsilah biar jadi keluarga raja.
Nyatanya feodalisme tidak hilang lagi. Tumbuh lagi, di zaman yang baru ini. Dengan Neo-feodalisme, yang menyamar sebagai pahlawan bedhaya, alih-alih mengenalkan keturunan mereka sebagai penerus sejarah. Hoalah!!
Bayangkan apa yang hadir di balik ambisi? Sebuah , mmh bukan. Banyak cara untuk menemukan sang ambisi. Lemma datang. Tebak apa yang ada di kepalanya? Kata tidak!
Lemma adalah gadis remaja yang hilang saat ia harus ditujukan tuntutan menikah oleh orang tuanya. Lemma punya hidup yang normal sebelumnya sebagai remaja putri di luar rumahnya, dan terbiasa harus bersandiwara di depan Kanjeng Romo dan Ibundanya sebagai putri keturunan bangsawan jadi-jadian, santun dan menjadi patuh kepada apapun.
Anak gadis menikah jangan lama-lama, apalagi sudah ada yang meminta lalu punya derajat dan harta. Tidak peduli calon suami usianya berapa, dan istri sebelumnya ada berapa. Bagaimana menyerukan kata tidak? Bagaimana dunia menjadi tiada, rasanya jadi Lemma pasti kering seperti tanah, tidak bisa apa-apa, dan terpaksa menerima semua yang berdiri di atasnya. DIA memburunya, dunia dimenangkan Kanjeng Romonya.
Dan kali ini, Lemma tidak mampu lagi untuk tidak berkata tidak!