Hujan waktu itu membisiki saya, biar tetesanku mendinginkanmu, sampai kau sadari hanya ada mereka di sampingmu, sampai buronan-buronan itu yang benar-benar di dekatmu, sampai pada masanya kau kawin!
Oke, tombol g’ saya rusak. Mungkin juga karena efek hujan nan membiru kemarin.
Saya hanya diam, dirundung pilu. Sengaja saya buat pilu, karena saja juga tidak begitu baik pada saat itu. Badan saya panas, tenggorokan saya layaknya disusungkan oleh kayu-kayu jati rongsokan yang telah disirami minyak-minyak, dan dibakar habis di dalam relungannya. Badan saya lemas, hilang ingatan, habis ditebas, kemudian terasa ada sekumpulan kera menggelayuti kepala saya. Pak.. pak.. pak! Kepala saya butuh apinya, biar semua habis. Hilang, mati, dan padam sendirinya. Saya bertanya bagaimana saya harus memulainya, bagaimana saya mengontrolnya.
Saya sudah berjanji sama diri saya sendiri, saya tidak akan memulainya kembali. Sejak saya 17 tahun. Oke, dan kemarin Marlboro light punya ike memulainya. Bagus. I was smoke.
Hujan menyumpahi saya. Ibu sudah tau saya pernah merokok. Saya berfikir akan ada yang kecewa kalo saya memulainya. Tapi saya fikir, dia tak lagi peduli. Ya sudah saya mulai. Saya mulai menarik, mengharumi dengan racauan di hati saya, dengan teriakan sumpah serapah di benak saya. Tolol. Artinya saya menikmati, saya ingat bagaimana saya mengucap goodbye terakhir sama black dan sebatang dunhill terakhir saya waktu itu. Ah, pada intinya saya memang suka rasanya yang menyaru pada kopi, atau sekedar aroma menthol ketika menyentuh rongga-rongga hidupnya, ketika berfikir mengenai apa yang orang fikirkan ketika melakukannya, menyadari otak bekerja lebih cepat dan lebih naïf, atau menyadari akan berisiko gagal punya anak kembar ketika terus menyemburkannya. Betapa saya ingin terus menghabiskanmu.
Buat saya itu hanya cobaan, hanya godaan yg berhasil melewati saya. Kemarin saya sakit, kemarin saya begitu rapuh dipeluk hujan, dan lagi elegi hati saya masih hadir di sana, belum tuntutan-tuntutan yang menuntutmu sejak dulu belum habis. Ya Allah.
Saya bukan perokok, tapi saya merokok. Kalau hujan tak mampu menepis beban saya. Kalau sudah dua bulan, asma saya nggak kambuh lagi, kalau saya bilang mau merokok. Saya akan merokok.
Tapi saya janji, kalau hujan tak mampu lagi memeluk saya dan menghentikannya, biar saya panggil tuan langit sekaligus yang memeluk saya. Saya tidak akan biarkan saya lupa sedikitpun. Saya akan merokok di saat genting. Hidup saya tiada genting. Saya tidak merokok sepertimu!

0 komentar:
Posting Komentar