Kamis, 24 Juni 2010

Puncak Merubah Saya

Puncak merubah saya..

Menjadikan saya seperti saya yang sejak dulu sudah selalu mencintainya. Menjadikan saya abadi dan penuh syukur. Bagaimana satuan derajat mampu mengendalikan jiwa nan muram. Pantas orang Jakarta, jadi sama seperti saya, cinta sama pohon-pohonnya, dan pelukannya.

Bagaimana tidak. Ketika hawa dingin memaksamu berelegi, mengenang patah hati di balik jendela tua berjalan, kemudian angin tajamnya membekukan hatimu, mencairkan segala puncak yang membatin.. meredakan kepahitan yang tertahan di sarang lidah. Daun-daun teh yang begitu solid, membentuk barisan sekalipun mereka berbeda jarak untuk sekedar berdiri, pada akhirnya semua melihatnya jadi tetap sama.

Puncak. Begitu lekat sama yang namanya cinta. Begitu jadi menggebu cinta saya sama sang Kholik, yang begitu santun mewujudkan sebuah dunia di mimpi saya siang itu. Sebuah dunia yang lekat sama warna hijau, dan banyak kolam berenang. Layaknya dunia kreatif tanpa batas penuh abdi untuk mencari sesuap nasi, semua ada, semua diadakan oleh mereka. Sebuah dunia dengan kesejukan yang begitu sempurna, meskipun digosipkan akan berpindah ke ranah saya nantinya karena longsor. Sebuah tanah yang begitu menggoda, dan akan selalu menjadikanmu seperti pasukan Praja Muda Karana selamanya.

Puncak! Dengan gerimis nan mengembun di jendela saya, menua namun tetap menjadi pesona. Menghilang buana tapi ujungnya tetap sama. Yah sempurna lah ya. Dan ketika membandingkannya dengan kehidupan sesempurna tadi, bagaimana memulai pertanyaan untuk menanyakan apa yang orang sana fikirkan hingga stress, apa yang memicu mereka jadi depresi, uhm.. oke .. jadi, apa yang malah membuat banyak di sana terlihat orang gila tidak waras, dengan pakaian setengah jadi, dan tubuh berurakan ciuman lumpur-lumpur dan kotoran, di mana-mana?

Di balik semua pesona terdapat hal-hal klise yang merebak. Yang menjalin pada siapapun nan melihatnya. Kota kecil nan mengandalkan bumi tinggalnya, yang ia jual kepada masyarakat Jakarta, pada orang-orang Arab banyak nan bermukim, pada setiap jiwa nan memenuhi panggilan jiwanya. Kota, nan semua mimpi berawal padanya, setiap ujung berakhir padanya, tempat untuk mengawali jujur kepada dirinya sendiri. kota terdekat untuk bicara pada bukit. Oh ya.

Puncak. Karena saya cinta Puncak, terlebih Taman Safarinya, dan udaranya. Terima kasih telah merubah saya, menjadikan saya memaafkan ibu saya, menjadikan saya berfikir lebih dewasa untuk memikirkan memberi oleh-oleh apa untuk adek saya yg jahanam, mengingatkan saya pada orang yg saya rindukan, memberikan sahabat yang baik untuk sekedar memberikan saya minyak kayu putih dan mendukung saya membuat tattoo nama saya dan nama orang yang saya rindukan, memberikan saya sebuah tempat untuk berteriak; I AM FREEEEEEEEEEE sehabis promnite dan membuat semua penghuni hotel jadi mual, mencegah saya untuk menjadi binal untuk ke Club,Mabuk, dan kembali menghisapNya, menjadikan air kolam jinak ketika saya menjajahinya ketika fajar subuh membentang, menyadarkan bahwa mereka adalah orang-orang sempurna meskipun tidak begitu saling mengenal di mana rumahnya dan siapa nama Bapaknya; teman-teman 10’, terima kasih akhirnya saya memang harus punya orang yang saya nggak suka di SMA, terima kasih untuk masa-masa akhir di setiap perguruan, pendidikan yang saya geluti.. m4’aChi3 y4cH p03nC4kZx :D

0 komentar: