Kamis, 18 Agustus 2011

Syahdu

Ibuku selalu membicarakan aku, kemudian suaranya menjadi syahdu. Betapa ia mengharapkan aku..
Kemudian, dan kemudian. Kelak ketika aku membicarakanmu kembali, ketika suaraku sudah habis lepas, menahan jerit-jerit di relung gontai nan menggantung di dalam dadaku.
Ketika aku membicarakanmu kembali, kelak hasratku kepadamu sudah benar-benar padam.
Dan tidak lagi aku ragu menahan karma untuk datang kepadamu..
Aku ingin terlepas melalui mata hatimu yang buruk, lantas aku akan merinai di antaranya dengan deruku nan sekaligus melenyapkan segala yang ada kepada diriku..
Pada hari itu kamu melepas dengan segala rasa takutmu dan segala tiang munafikan yang terbentuk lekat dalam ukiran rahang-rahang halusmu.
Seandainya aku adalah aku yang kamu sempat pikirkan, jelaslah aku tidak akan memintamu membacakan semua elegi lagi kepadaku.
Aku tidak lagi akan menjadi syahdu, sayang. Kiranya seperti ketika aku sempat bersyukur atas takdir yang Tuhan sebar di antara kita, seperti lagi yang kamu ajarkan. Aku tidak akan lagi menjadi syahdu..
Aku akan menjadi satu hal yang baru yang mencoba menerima bentuk ketakutanmu, bentuk pengaruhmu yang begitu menyedihkan, bentuk jelas pecundang yang melekat erat di tubuhmu. Dan aku akan menjadi satu hal baru nan mengagumi sosok Ibumu.

0 komentar: