
Dari dulu sebenernya saya adalah pembaca terbaik sekaligus terburuk. Saya akan membaca sesuai harapan dan aliran saya, Iya kadan baca sesuka hati saya, tapi sebenernya saya pembaca segala kok. Yak, kecuali tulisan mengenai barisan angka-angka. Dari dulu saya juga ngga niat sama yg namanya angka, sekalipun nilai matematika saya yah cukup berpengalaman lah sama nilai 90 atau bahkan 100 dari kecil. Oke, ngga penting.
Semenjak saya menjadi mahasiswa, harus saya akui saya jarang sekali membaca buku. Saya sangat jarang sekali menulis lagi, oke. Banyak hal-hal baru yg menarik minat dan rasa penasaran saya sebagai manusia muda untuk ada di dalamnya, kemudian berusaha mengeksplorasi milik saya sendiri. Jadi, kesukaan saya yg telah menjadi identitas saya tsb, keduanya kini saya abaikan, saya tinggalkan, saya (agak) lupakan. Dan akhirnya saya sendiri yg merasa
kehilangan. Saya merasa menemukan diri saya dalam kedua hal tersebut dan bicara jujur mengenai kehidupan saya.

Kali ini saya menemukan buku lain dari
Mr. Pram, sebagai Pramis yg tidak terlalu teradiksi.. saya selalu mengagumi bahasa, kata, dan jiwa yg ada dalam setiap buku
Pram. Padahal orangtua itu sudah jauh mendahului saya, luput dari dunia fana ini. bahkan saya tidak begitu mengenal beliau, jauh berbeda dengan manusia seperti
Ike.
Bukan Pasar Malam, sebuah roman lama, yg kemudian bernasib sama dengan buku-buku
Pramoedya lainnya, dianugerahi dan dicetak ulang. Menemukan saya kepada kehidupan lain, menginformasikan lagi scene-scene terbaru mengenai masa lampau. Masa lalu yg selalu ada mengenai
Pramoedya Ananta Toer.Cerita ini sebenarnya sederhana saja tapi
Pramoedya berhasil memakainya untuk memotret situasi sosial ekonomi rakyat yang menderita akibat konflik politik.
Pramoedya dengan piawai memakai suasana personal kemudian menggunakan tokoh Aku dalam buku ini sebagai penganta dan tokoh bapak untuk menggambarkan derita rakyat - kemiskinan, kematian, kesedihan - akibat revolusi fisik.
Roman, buat saya roman hanya akan mengenai masa lalu dan
Pram. Bahasa beliau sungguh membuat saya jatuh cinta, beliau adalah sastrawan, seniman, dan penulis favorit saya di dunia. Setelah sastra, Komik Doraemon, gober bebek, monica, buku-buku travelling, novel fiksi, saya kemudian menyukai jenis buku seperti ini. Oke, dan roman yg satu ini tidak sedahsyat roman-roman sebelumnya, cukup membosankan karena diiringi sejarah-sejarah yg kerap kali dibahas di setiap roman yg ada mengenai Indonesia dalam masa penjajahan.
Dan setiap buku yg saya baca akan memberikan sesuatu kepada saya. Sekalipun dari sebuah barisan huruf-huruf yang tertulis masal di dalamnya. Dalam buku, Bukan Pasar Malam, sekalipun merupakan buku lama, menjelaskan bahwa dunia ini tiidak sekedar dunia seperti pasar malam, di mana seorang-seorang datang, kemudian seorang-seorang pergi, dan sisanya orang-orang lain yg menunggu dan menjadi sisa kemudian membersihkan hasil-hasil dari orang-orang yg datang dan pergi begitu saja. Yang saya tafsirkan adalah, dunia harusnya jadi tempat menetap bagi manusia, tidak sekedar singgahan, di mana manusia itu bisa memberikan sedikit banyak hal baik terhadap dunia itu sendiri agar manusia hidupnya atau bahkan hidup manusia lainnya dapat menjadi lebih baik atau bahkan lebih bermanfaat. Saya memaknainya dengan baik, saya memikirkannya loh teman-teman! :D
Oke, postingan kali ini adalah mengenai buku yg baru saja saya baca. Terima Kasih.