Kamis, 06 September 2012

Nasihat Untuk SBY


Soal buku, Saya suka membaca, tapi cenderung lebih sering membaca novel-novel klasik, sastra, dan anti terjemahan. Saya suka baca majalah, artikel, bahkan timeline orang lain. Sebenernya saya tipikal manusia klasik yang awam sama yang namanya novel remaja percintaan macem teenlit, sekalipun iya sih dulu waktu SMP saya rajin baca Dealova dan semacemnya karena di perpus sekolah saya yang gaul dulu updatenya buku begituan. Saya juga ngga begitu sering membaca fiksi fantasi modern yang belakangan ini lebih frontal bahasa kekasih-kasihannya, saya ngga begitu suka membaca novel-novel lawakan atau non lawakan yang asalnya dari kumpulan Tweet. Saya ngga suka baca buku soal pemerintahan, ekonomi, matematika, dan sebagainya.  Sekalipun saya mencintai sejarah dan apapun di dalamnya.
Tapi kebetulan, dari study visit kemarin bareng satu angkatan Komunikasi 2010 ke Jakarta. Kita kunjungan ke beberapa televisi swasta dan beberapa acara, salah satunya acara keren favorit saya,  Kick Andy. Saya berhasil mendapatkan satu buah buku dan pembahasannya di dalam acara. “Nasihat untuk SBY” oleh Adnan Buyung Nasution.
Selama acara, saya cengo’ aja selain stress bego kedinginan sama Icha dan Ambar karna di studio suhunya saya bayangkan 1 derajat celcius, bahaha. Tapi untungnya jadi hangat di awal karna ada ada Mas Awan G(emes) dan bandnya G.Pluck di acara tersebut, ya paling ngga nahan saya untuk lebih lama mengenal talk show yang bikin saya kecewa di awal, karena tau guess starnya adalah tokoh politik. Jadilah saya seadanya menyimak, kemudian menyimak.. dan acara jadi ngga terlalu berat karna Andy F. Noya ini cerdas banget membawa obrolan jadi simak-able dan jadi kocak. Perlahan saya mengerti apa perbincangan bapak-bapak di depan, yang intinya membicarakan sebuah buku yang baru Pak ABN tulis. Kesan pertama saya, “wah ini orang semacem songong apa ember apa jahat, kok ya rahasia dibongkar-bongkar..”
Tapi, belakangan saya tau mengapa ABN begitu berapi-apinya tampil di depan public dengan sebuah buku controversialnya. Setelah secara umum dibahas isi bukunya dengan jelas, di akhir acara saya mencoba mengerti dan memaafkan ABN, haha. Ya paling ngga sebagai masyarakat, saya akhirnya tau apa yang disampaikan beliau.
Setelah seminggu lewat, saya selesaikan bukunya dalam dua hari. Saya membaca separuh penuh isi buku yang menurut saya memang menarik saja, meninjau isi bukunya ya emang ‘politik banget’. Ada beberapa isu-isu sosial yang menarik di dalam buku yang saya baca serasa anak SMA mau ujian KWN besoknya, bener-bener banget saya pahami. Penjabaran yang dilakukan ABN di dalam bukunya bener-bener detail, lewat dialog, bahasa yang cerdas, dan memberi kesan tajam tapi jujur. Buku ini yang jelas bercerita mengenai pengalaman ABN sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum (2007-2009). Dari sini kita melihat pola pikir beliau masuk ke dalam birokrat pemimpin sebuah Negara yang disamakan dengan kapal yang akan karam. Sebenernya, ABN ini harusnya hanya  cenderung ke bidang hukum saja, tapi kepedulian mengenai agama, sosial, bahkan pornografi yang beliau urus dan ditulis di bukunya, benar-benar menunjukkan keahliannya sebagai seorang tokoh yang terpandang di dunianya.
Di buku ini ABN banyak bercerita, misalnya sebagai orang yang awam mengenai politik pemerintah saya melihat bagaimana sikap para menteri yang digambarkan buku ini yang sikapnya justru tidak bersikap kritis dan masih mengikuti cara feodal yang kaku dalam rapat. Ternyata ngga cuma seminar mahasiswa yang jarang partisipan, di buku ini dibilang para menteri pun jarang ada suaranya. Itu satu, ABN mengungkap dalam buku ini mengenai satu kondisi yang masyarakatpun sebenernya harus ngerti gimana kinerja pemerintahnya. Selain itu, ABN menuliskan bagaimana Pak Presiden sebagai tanggung jawabnya memberi sikap terhadap berbagai pendapatnya mengenai beragam masalah, Pak Presiden yang dianggap kurang perhatian dan kadang cenderung berkepentingan terhadap kelompok elit  saja. ABN ini terlihat dalam tulisannya adalah sosok yang dominan dan memperjuangkan apa yang beliau anggap benar, tapi ya pasti dengan dukungan data yang selalu beliau jabarkan menyertai pendapatnya. Dan voilanya memang sangat realistis, membacanya juga ngga terlalu rumit menurut saya karena dengan adanya fakta berupa dialog atau penjabaran kronologi jadi semangat pengen tau selanjutnya. Buku ini dengan sangat jelas tokoh-tokoh di dalamnya tanpa nama samaran dan rekayasa. Jadinya seru. Haha.
Dalam konteks konsisten, memang ABN adalah sosok yang satu tujuan dan berkemauan keras. Tapi ya karena dominasi tersebut, beliau jadi cenderung selalu menjabarkan kekecewaannya kepada Pak Presiden karena ngga didenger pendapatnya. Jadi kesannya Pak Presiden salah melulu. Kalo menurut saya setelah baca buku ini, ya emang salah kalo Pak Presiden membentuk Wantimpres tapi ngga digunakan dengan baik, ngga ada komunikasi yang baik dan rutin, ya percuma dong. Ibaratnya punya pembantu tapi ngapa-ngapain sendiri. Cuma, menanggapi kekecewaan ABN menurut saya ya sometime wajar-wajar aja kalo  orang mau mengambil keputusannya sendiri, terlebih orang tersebut memang punya kuasa. ABN mengajarkan pembacanya buat jadi kritis dan bertindak cepat, tapi kadang saya suka mbatin “Apaan sih” kalo baca bagian ABN yang marah-marah melulu minta didengerin. Trus mengenai kritis-kritis itu, sayangnya di Negara kita sendiri masih jarang ada generasi yang secara keseluruhan semuanya mudah bicara dan berani jujur seperti yang diharapkan ABN, sesuai sama sistem feodal yang masih berlangsung dimana-mana sampai sekarang ini makin susah bikin orang jadi lebih partisipatif misalnya. Apalagi kalo ada duit. Toh lingkungan sekitar juga ngga mendukung, soalnya, sifat nrimo’ dan anteng masih menjadi titik aman dan nyaman paling utama. Dan kadang sempet ada pikiran, toh kalo semua bicara, apa iya menjamin keadaan jadi lebih dan semakin baik? Bukannya malah jadi membesarkan ego masing-masing, toh lagi semua jadi mengutamakan subjektifitas pemikiran masing-masing kan? Nanti kalo begitu jadinya, kita harus mendengar siapa?
Mungkin buku kaya begini udah banyak, tapi karena ini buku tokoh politik pertama saya dan saya baca sampe ngerti jadi saya kira menulis kesan saya seperti ini ya.. saya pikir menyenangkan. Banyak cerita yang sesuai tujuan ABN menulis buku ini tersampaikan dengan baik, yang tadinya ngga tau sebagai warga Negara akhirnya saya tau. Mengenai ahmadiyah yang begitu bijak diuraikan ABN, mengenai berbagai UU. Ya emang kadang tulisan di dalam buku ini mencerminan arogansi dan unsur melebih-lebihkan sebuah masalah misalnya waktu dibahas SBY membuat Perpu trus dibilang otoriter, padahal Perpu dadakan itu adalah wewenang Pak Presiden, ABN mengamuk karna merasa dilangkahi, tapi setelah itu dengan mudahnya ABN mengatakan ia tidak mempermasalahkannya lagi. Ya gimana ya. Mungkin itu salah satu trik mengisi buku ini. Hak orang juga ya.
Buku ini emang unik sih. ABN sangat menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan Pers dan dukungannya kepada media. ABN begitu mendewakan demokrasi di sebuah Negara yang masih jauh mengenai hal itu sendiri. Emang sih sebagian udah tau soal apa itu de-mo-kra-si tapi kalo ditinjau bagaimana kondisi sejarahnya kita memang belum terlalu dekat dari demokrasi itu sendiri. Pemikiran masyarakat sekarang salah kotak, contoh nyata FPI. Orang-orang hebat seperti ABN masih dianggap kontroversional, males dideketin kalo bahasa pertemanan di sekolah. Bahasa gampangnya:males nyari masalah. Pemikiran beliau bagus banget kalo bisa diterapin di Negara kita, asal nanti kita dewasa punya asas tersendiri mengatur kebebasan tersebut..
Bagi yang suka politik-politikan dan membaca. Saya rasa pasti jadi salah satu referensi yang lumayan untuk dibaca buku ini.

0 komentar: