Layaknya, angin yang selalu meniupku. Di senja ataupun saat dini hari. Ia selal ada, menghelaku, dan menjagaku, sekaligus menghidupiku.
Namun, adalah hidup. Namanya hidup. Dan aku termenung meratapinya. Aku ber Tuhan. Dan aku masih mengimaniNYA.
Aku berkaca, dan menatapi pantulan tubuhku di atasnya. Aku merenung, mencinta di galaunya hati.
..Aku tahu siapa aku sebenarnya, aku hanya seorang manusia belaka..
Aku tau bagaimana kam membunuhku, dan aku terkapar menyela.. dan darahku kau langkahi. Pergi, mengambilnya. Dan meninggalkan mayatku.
Di selubung biru, yang enggan diaku. Aku tau bagaimana dibaliknya, warna merahnya. Dan membeku, aku masih tau. Dan harus kau tau, aku usai menyerahkannya kepadamu, dibalik mayatku yang masih membeku.
Aku mencari celah, merasuki hatiku perlahan, dan mengerti segala maumu. Iya, tapi aku pinta bunuh aku perlahan saja. Aku enggan menangisinya.
Dan kesalahanku, tak aka nada di semua. Hanya bagaimana bercinta pada masa-masa akhir kita. Dan yang harus teringat sepanjang masa, harusnya kau hargai sedikit saja rasa bisu ini. Yang merajuk ke kalian. Sore itu.
0 komentar:
Posting Komentar