Sabtu, 13 Februari 2010

Selamat Senja Tuhan

Selamat senja Tuhan. Hari ini saya bicara sama sahabat saya. Dan kembali saya mendoktrinnya tentang dia. Tetap si dia, dua tahun yang lalu. Sahabat saya yang lain juga bilang, dia yang sudah mati. Menghilang.

Kadang saya terus memaksa diri saya menciptakan alasan, apapun itu tentang dia. Sekalipun cuma ilusi, imaji, bahkan mimpi. Atau sekedar apalah namanya… saya terus meyakinkan diri saya kalau dia tetap masih ada. Tapi semuanya seakan telah menjadi kesatuan yang sulit dipisahkan, dan sangat kompleks. Dan saya masih menerka dan selalu berusaha menciptakan alasan lainnya.

Saya jadi ingat yang selalu menjadi berani di antara kita. Yang menenangkan saya ketika harus remedial KWN lagi, kemudian menjadi sosok yang selalu mengajarkan saya selalu jujur sekalipun sama pahitnya ketika kita berbohong. Lalu, yang mengenalkan ada hal yang indah di dunia ini selain persahabatan; film dan The Sigit, sampai saya terjatuh mencintai salah satunya, sampai saat ini. Ada lagi, tentang semangat belajar karena laskar pelangi, tentang novel-novel keren independent, tentang ANTI-GLOBAL WARMING, tentang Beyonce, tentang mamanya yang kayak ibu peri yang sayang banget sama dia, tentang segala arah yang selalu ia ceritakan dan selalu ingin ia capai.

Tentang mimpi. Tentang bioskop dan studio band yang kita cita-citakan bersama. Tentang nafsu makan yang selalu menyatukan kita semua. Tentang tubuh idealnya. Tentang orang-orang yang sejak dulu juga merindukannya. Tentang puasa sunnah yang selalu ia tawarkan, atau paksaan shalat Zuhur bersama di Musholla. Tentang niat bolosnya yang tidak pernah sekalipun ia laksanakan dengan saya, tentang rokoknya yang terbatas.

Ya Tuhan. Dia menyadari bahwa dia begitu tidak sederhana. Dia perempuan, dan dia sakit. Dia sempat menunjukkan sama saya kalau dia cukup mampu menjadi manusia.
Dan saya tetap nggak mengerti kenapa semudah ini segalanya beralih, imannya, hatinya. Padahal dia hidup sama saya, dan ibu saya tau tentang dia.

Yang selalu saya sesali, kenapa saya nggak sempat bilang “Jangan baca buku dunia Sophie!’ atau sekedar mengingatkan betapa indahnya bersalaman setelah mengucap salam di akhir shalat Zuhur. Kenapa saya nggak sempat bilang jangan mainin Tuhan saya..
Kenapa harus perempuan yang itu. Kenapa harus dia, yang sempat mencerahkan hidup saya dan terjatuh dalam kubangan. Kenapa dia begitu jadi tolol. Dan kenapa harus ada pria yang selalu ia agungkan itu.

Dan, saat ini. Semua orang menganggapnya jauh berbeda dan lebih menyeramkan dari bentuk awalnya. Saya tau dia juga nggak akan peduli. Semua orang bilang dia sudah mati, dimakan tembakau. dan lagi, hanya saya.
Hanya saya yang masih repot menghitung berapa pahalanya yang tersisa. Cuma saya yang nggak bisa menahan rasa sayangnya ke dia seperti orang lain. Cuma saya yang bego dan brengsek yang mikirin dia masih ada.

Cuma gue ma, yang masih yakin lo bisa,dan masih ada ma, masuk UI, dan jadi traveler yang punya anak cantik. Yang nanti makin cantik pake jilbab kalau udah nikah kaya nyokap lo yang ndut’. Jadi sutradara, dan semuanya yang pernah ada di benak kita semua. Cuma gue ma, yang masih repot mikirin gimana ngurangin rokok lo, ngedoktrin orang-orang sekitar lo buat bujuk lo shalat, ngurangin rokok, atau sekedar bujukin pulang. Cuma gue ma, pake cara kotor gini. Gue percaya, sampai kapanpun lo bisa cari gue ma. Gue percaya semua yang akan elo ceritain ke gue.

RIP OUR IKE

0 komentar: