
Sebelumnya saya cuma sering liat cover film ini di tiap rental-vcd langganan saya. Saya nggak begitu tertarik, karena emang sampulnya nggak atraktif. Yang atraktif aja belom tentu saya sewain..
Film itu dapat dilihat darimanapun, saya melihat film biasanya rekomendasi dari temen-temen, atau baca majalah film langganan sekre ceria Kine Klub Fisip UNS. Dan film yang akan saya ceritakan kali ini saya dapatkan motivasi menontonnya dari sebuah blog galau milik perempuan idiot 21 tahun, Prita Raras.
Genrenya, Drama Romantis. Disingkat; Dramatis. Buat saya emang sangat-sangat dramatis. Entah, sebenernya saya nggak punya bayangan apapun selama awal menengok filmnya. Saya nggak begitu suka Julia Robert, dia cantik tapi udah tua. Ya pokoknya saya nggak begitu suka aja. Trus, karena settingnya London saya makin semangat nontonnya, saya ikutin kok tiba-tiba ilang scene yang barusan saya liat, dan berganti drastis dengan yang lainnya. Apalagi pas perkenalan tokoh Larry, saya lupa nama aktornya. Dan terjadi di scene dan pergantiannya berikutnya. Ternyata ya, emang maunya seperti itu, no jumper no blooper. Okay, dari alur yang gak jelas sudah menari-nari di kepala saya, dan setelah saya ikutin.. weldut, ternyata semua berkaitan jelas. Masuk akal dan salah dugaan saya mengira dan menganggap film ini tergolong hal-ngga-jelas.
Kali ini saya membicarakan hal-hal subjektif seperti biasanya yang saya tangkap dari film ini.
Apa ya, sebelumnya saya cerita di account twitter saya, kalo saya sempet banget nangis gara-gara satu scene yang titik-titik banget.. Yap, dramatis. Mungkin ini yang dianggap film berhasil, kebukti mereka dapet banyak penghargaan untuk film ini yang semakin menjual. Emosional banget, sebagai orang yang bisa dikatakan belom berumur kesekian, tapi saya bisa dibuat ngerti. Dan satu scene yang buat saya mbibik-mbibik itu sialnya saya pernah nyobain, rasanya lebih pedes dari rica-rica ISI.
Sebenernya sih ceritanya simple, tentang pertemuan ada konflik dan akhirnya selesai konfliknya. Ceritanya panjang dan rumit, tapi sekali lagi saya katakan kalo filmnya bener-bener cerdas. Baik dalam ide cerita dan konsep penggarapannya. Professionalitas aktornya top banget dan saya cinta banget tokoh Alice. Entah kenapa, saya ngeliatnya dia hebat banget jadi orang. Kalo saya cerita Alice nanti saya monoton banget kali ya cerita tentang tokoh kesukaan saya melulu.
Inti yang saya tangkep adalah, hanya orang jenis dewasa dan tulus yang pantes untuk dicintai. Terbukti dari gambaran di film ini yang berurut menceritakan betapa seseorang berjuang dan menyia-nyiakan cintanya. Next, bagian yang saya suka adalah bagian ketika dua lelaki tampan itu menangis, menangis karena cinta dan ketakutan. Yang satu awalnya terkesan obsessed dan benar-benar ketakutan. Yang satu karena cengeng dan ketakutan kehilangan kesempatan yang benar-benar ada untuknya, cengeng dalam makna sesungguhnya. Tokoh antagonisnya ngga diceritain sih, tapi yang jelas film ini menunjukkan kekurangan setiap tokoh dengan porsinya masing-masing, dan yang terbanyak adalah si ganteng Jude Law sebagai Daniel. He’s a kind boy and also really mean, I mean he’s too childish and yes he’s too stupid. Laki-laki itu cenderung kekanank-kanakan di hadapan orang yang ia cintai, tapi terkadang ia terlalu bodoh. Ia cenderung menganggap ia akan punya kesempatan di lain waktu, ia menganggap ia masih memiliki sosok yang mencintainya, yang membutuhkan kelaki-lakiannya. Perempuan hanya menunggu, tapi sejatinya manusia punya batasan menunggu. Dan pergi adalah jawaban bagi semua hal bodoh atas sikap kekanank-kanakan yang selalu menuntut dan enggan bertindak cepat. Tulus itu mudah, nggak berkhianat memang tidak mudah.. tapi coba berpikir dewasa, ketika kamu dalam sebuah komitmen, satu-satunya yang harus dipertanggungjawabkan adalah pembicaraanmu sejak awal. Dan kontak antara manusia yang satu dengan manusia lainnya adalah sebuah keseriusan, seperti yang dijelaskan filmnya. You have sex, you cheat me, next what? Kalo saya mah udah saya mutilasi............
Boys, realize it. Please don’t cheat your girl. She loves you. Until you touch other girl, your past, your ex, or your someone new.. And also girl, grow up. We all grow up. :)
Ya, namanya drama. Gimanapun lebih berat dibanding liat teknis shot dari film indie atau action, banyak yang harus diapresiasikan lewat curhat colongan begini. Nggak, saya nggak mau nyalahin diri saya yang melankolis pas ngeliat film ini begitu juga kalian, Selamat menonton.
Film itu dapat dilihat darimanapun, saya melihat film biasanya rekomendasi dari temen-temen, atau baca majalah film langganan sekre ceria Kine Klub Fisip UNS. Dan film yang akan saya ceritakan kali ini saya dapatkan motivasi menontonnya dari sebuah blog galau milik perempuan idiot 21 tahun, Prita Raras.
Genrenya, Drama Romantis. Disingkat; Dramatis. Buat saya emang sangat-sangat dramatis. Entah, sebenernya saya nggak punya bayangan apapun selama awal menengok filmnya. Saya nggak begitu suka Julia Robert, dia cantik tapi udah tua. Ya pokoknya saya nggak begitu suka aja. Trus, karena settingnya London saya makin semangat nontonnya, saya ikutin kok tiba-tiba ilang scene yang barusan saya liat, dan berganti drastis dengan yang lainnya. Apalagi pas perkenalan tokoh Larry, saya lupa nama aktornya. Dan terjadi di scene dan pergantiannya berikutnya. Ternyata ya, emang maunya seperti itu, no jumper no blooper. Okay, dari alur yang gak jelas sudah menari-nari di kepala saya, dan setelah saya ikutin.. weldut, ternyata semua berkaitan jelas. Masuk akal dan salah dugaan saya mengira dan menganggap film ini tergolong hal-ngga-jelas.
Kali ini saya membicarakan hal-hal subjektif seperti biasanya yang saya tangkap dari film ini.
Apa ya, sebelumnya saya cerita di account twitter saya, kalo saya sempet banget nangis gara-gara satu scene yang titik-titik banget.. Yap, dramatis. Mungkin ini yang dianggap film berhasil, kebukti mereka dapet banyak penghargaan untuk film ini yang semakin menjual. Emosional banget, sebagai orang yang bisa dikatakan belom berumur kesekian, tapi saya bisa dibuat ngerti. Dan satu scene yang buat saya mbibik-mbibik itu sialnya saya pernah nyobain, rasanya lebih pedes dari rica-rica ISI.
Sebenernya sih ceritanya simple, tentang pertemuan ada konflik dan akhirnya selesai konfliknya. Ceritanya panjang dan rumit, tapi sekali lagi saya katakan kalo filmnya bener-bener cerdas. Baik dalam ide cerita dan konsep penggarapannya. Professionalitas aktornya top banget dan saya cinta banget tokoh Alice. Entah kenapa, saya ngeliatnya dia hebat banget jadi orang. Kalo saya cerita Alice nanti saya monoton banget kali ya cerita tentang tokoh kesukaan saya melulu.
Inti yang saya tangkep adalah, hanya orang jenis dewasa dan tulus yang pantes untuk dicintai. Terbukti dari gambaran di film ini yang berurut menceritakan betapa seseorang berjuang dan menyia-nyiakan cintanya. Next, bagian yang saya suka adalah bagian ketika dua lelaki tampan itu menangis, menangis karena cinta dan ketakutan. Yang satu awalnya terkesan obsessed dan benar-benar ketakutan. Yang satu karena cengeng dan ketakutan kehilangan kesempatan yang benar-benar ada untuknya, cengeng dalam makna sesungguhnya. Tokoh antagonisnya ngga diceritain sih, tapi yang jelas film ini menunjukkan kekurangan setiap tokoh dengan porsinya masing-masing, dan yang terbanyak adalah si ganteng Jude Law sebagai Daniel. He’s a kind boy and also really mean, I mean he’s too childish and yes he’s too stupid. Laki-laki itu cenderung kekanank-kanakan di hadapan orang yang ia cintai, tapi terkadang ia terlalu bodoh. Ia cenderung menganggap ia akan punya kesempatan di lain waktu, ia menganggap ia masih memiliki sosok yang mencintainya, yang membutuhkan kelaki-lakiannya. Perempuan hanya menunggu, tapi sejatinya manusia punya batasan menunggu. Dan pergi adalah jawaban bagi semua hal bodoh atas sikap kekanank-kanakan yang selalu menuntut dan enggan bertindak cepat. Tulus itu mudah, nggak berkhianat memang tidak mudah.. tapi coba berpikir dewasa, ketika kamu dalam sebuah komitmen, satu-satunya yang harus dipertanggungjawabkan adalah pembicaraanmu sejak awal. Dan kontak antara manusia yang satu dengan manusia lainnya adalah sebuah keseriusan, seperti yang dijelaskan filmnya. You have sex, you cheat me, next what? Kalo saya mah udah saya mutilasi............
Boys, realize it. Please don’t cheat your girl. She loves you. Until you touch other girl, your past, your ex, or your someone new.. And also girl, grow up. We all grow up. :)
Ya, namanya drama. Gimanapun lebih berat dibanding liat teknis shot dari film indie atau action, banyak yang harus diapresiasikan lewat curhat colongan begini. Nggak, saya nggak mau nyalahin diri saya yang melankolis pas ngeliat film ini begitu juga kalian, Selamat menonton.
0 komentar:
Posting Komentar