Berjalan itu membukakan pintu hatimu lebih jauh lagi. Berjalan menjadikanmu melihat teriknya siang, membaca gelapnya saluran jalanan, dan peluh orang-orang yg menatapmu lekat-lekat di seberang sana.
Berjalan mengantarkanmu kepada sebuah perjalanan mengenai perasaan dan.. pelan-pelan kau akan mencapainya. Dengan peluh dan senyuman, dengan peluh dan ratapan, dengan peluh dan dentuman hatimu yg merobek segala aliran pikiran-pikiran baikmu.
Berjalan mengantarkanmu kepada masa depan yg sedang kau jalani. Membiaskan senyum ibumu tatkala engkau masih kecil, meringil, dan menyusu erat-erat. Menerbitkan wajah ayahmu yg membopong tubuhmu di kepalanya untuk melihat gajah di Ragunan. Adikmu dan buah hatinya kelak. Atau bayangan mengenai dengan siapa hidupmu kelak.
Engkau akan tahu, betapa sebuah jalan tidak ada ujungnya sekalipun bertandakan gang buntu. Kamu akan menerobosnya hingga tidak lagi ada urutan mengenai apa dan bagaimana selanjutnya yg memenuhi otakmu dengan sia-sia.
Sudah seharusnya kamu tetap berjalan. Tetap melihat di depan sana. Tidak lagi melihat ada siapa di belakangmu terus-menerus, hingga kau tersandung kerikil bongkahan meteor malam jingga itu. Hingga kau jatuh terperosok ke dalam sungai dengan dasarnya batu tajam setajam hatimu nan lesu dan beradu. Hingga kau menangis, terus menangis dan mengubur dirimu sendiri dengan duka yg sengaja kau buat.
Di jalan-jalan, belum ada yg menghampirimu. Di jalan hutan, semuanya tertawa akan rasa sakitmu, di pantai.. semua sibuk menatap laut yg tak kunjung tenang.
Berjalan ketika Matari tidak semerbak, menjadikanmu sedikit bijak. Menjadikanmu lelah dengan penantian yg tak kunjug padam dan bertemu yg dinantikan.
Jumat, 20 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar