Rabu, 04 Agustus 2010

Wall. E



Kampungan kali ya kalo saya baru nonton Wall. E. selain karena saya malas melihat film-film baru, saya bena-benar baru ada hasrat untuk menontonnya. Jadinya, saya baru kesempetan’ buat nonton filmnya utuh.

Saya rasa mereka benar-benar begitu benar kalo film ini mereka bilang patut dijadikan recommended-movie. Bener kok bagus, bagus buat saya khususnya. Seberapa harusnya kita semua lebih mencintai bumi, dan menghargai rangkaian kawat baja, dan gabungan mesin, alias robot macem Wall. E lah yang justru sanggup mempertahankan hidup di bumi. Sekalipun Cuma ngere-arrange kehidupan yg udah selesai kiamat. Saya jadi tidak bisa membayangkan bagaimana hidup harus berakhir. Saya jadi ingat Laras, teman saya yang kemarin terbujur kaku, biru, di kamar jenazah.

Bagaimana? Hidup nyatanya di dunia ini nggak lebih baik. Kita semua punya cara masing-masing menghadapi hidup. Tapi, kuatkah kita, saya khususnya kalau saya diberi hidup sampai massa nanti Wall. E datang. Sampai nggak ada lagi oksigen yang bening.

Tapi, kalau saya sendiri yang sadar nggak mungkin juga semuanya ini bertahan. Kita semua harus punya kesadaran dan lebih bisa mensyukuri hidup. Pilih mana tetap hidup atau hanya memilih aman dan menjadi overweight di luar angkasa?

0 komentar: